aseekkk

apa aja

Kamis, 15 Maret 2012

Alam Jabarut

Alam Jabarut merupakan kelanjutan dari alam Malakut. Kedua alam ini sama-sama di dalam alam gaib mutlak.
Namun, alam Jabarut berada di atas lagi. Tidak semua penghuni alam Malakut dapat mengakses alam tersebut. Hal ini membuktikan, sesama penghuni alam Malakut tidak memiliki kapasitas yang sama di mata Allah SWT.
Alam Malakut memiliki penghuni tetap, yaitu para malaikat utama, seperti Jibril, Mikail, Israfil, dan lain-lain. Alam ini lebih dekat dengan Maqam Puncak, yang biasa disebut Haramil Qudsiyyah. Dalam suatu pengelompokan, lapisan-lapisan alam dan maqamnya dapat dibedakan pada beberapa tingkatan.
Tingkatan itu adalah Maqam Ahdah yang mencakup alam Lahut dan Martabat Dzat; Maqam Wahdah mencakup alam Jabarut dan Martabat Sifat; Maqam Wahidiyah mencakup Alam Wahidiyah dan Martabat al-Asma’; Maqam Roh yang mencakup alam Malakut dan Martabat Af’al; Maqam Mitsal; dan Maqam Insan dan alam syahadah.
Kalau alam Malakut merupakan tahap atau maqam ruhaniah dan taman jiwa yang hakiki serta senantiasa mempertahankan kesuciannya, alam Jabarut sudah masuk dalam wilayah Lahut atau berada dalam hamparan Ma’rifatullah, tempat seluruh elemen dan yang banyak menjadi satu.
Alam Jabarut sudah masuk di dalam dunia rahasia Ilahi, tetapi masih tetap wilayah alam dalam arti alam gaib mutlak. Alam Jabarut sebagai bagian dari alam gaib mutlak agak sulit dijelaskan secara skematis karena sudah masuk wilayah antara alam dan Maqam Qudsiyah.
Alam ini berada di antara wilayah aktual dan wilayah potensial yang lazim disebut dengan Al-A’yan ats-Tsabitah (akan dibahas dalam artikel mendatang). Penghuni Jabarut adalah sesuatu yang bukan Tuhan dalam level Ahadiyyah, melainkan derivasinya dalam level Wahidiyat.
Dalam buku-buku tasawuf, di alam Jabarut ini berlangsung apa yang disebut sebagai Nafakh Al-Ruh (peniupan roh suci Allah) yang kemudian mampu manghidupkan jasad. Itulah sebabnya alam Jabarut biasa juga disebut dengan alam roh.
Di alam ini, kita juga mengenal adanya realitas kesamaran antara sesuatu dan bukan sesuatu. Juga kesamaran antara alam dan bukan alam serta antara sifat dan asma. Di dalam alam Jabarut terjadi proses suatu keberadaan dari keberadaan potensial ke keberadaan aktual. Alam Jabarut adalah suatu alam yang tidak umum dijangkau oleh alam-alam sebelumnya, termasuk alam Malakut.
Ini sebagai bukti, bukan hanya alam Syahadah yang mengalami tingkatan-tingkatan, tetapi alam gaib juga bertingkat-tingkat. Sesama penghuni alam gaib tidak semuanya bisa mengakses alam Jabarut, berkenalan dengan para penghuninya, dan memahami seluk-beluk peristiwa yang terjadi di dalamnya.

Alam Mitsal

"Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad).

Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW bersama Abu Bakar melewati sebuah pemakaman. Tiba-tiba, Nabi tersentak dan berhenti di salah satu makam. Abu Bakar bertanya, mengapa mereka berdua harus berhenti di makam itu.

"Apakah engkau tak mendengar mayat ini merintih kesakitan disiksa lantaran tak bersih saat ia buang air?”
tanya Rasul.
Abu Bakar sama sekali tidak mendengar suara itu. Lalu Nabi mengambil setangkai pohon dan ditancapkannya di atas makam serta menjelaskan sepanjang tangkai itu masih segar, selama itu pula siksaan orang di bawah makam tersebut diringankan.
Dalam kesempatan lain, Ibnu Katsir dan beberapa kitab tafsir lainnya menceritakan seorang pemuda pedalaman (A’rabi) berjalan kaki selama tiga hari tiga malam untuk menjumpai Nabi sebab ia merasa telah melakukan dosa besar. Pada Senin, ia meninggalkan desanya dan baru sampai di rumah Rasulullah pada Rabu.
Saat ia sampai di rumah Nabi yang terhubung dengan masjid, pemuda itu menjumpai kenyataan bahwa banyak orang sedang bersedih. Ia heran dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Salah seorang sahabat menjelaskan, Nabi baru saja dimakamkan setelah ia wafat hari Senin, tiga hari lalu.
Mendengar berita itu, si pemuda menangis histeris dan tidak ada yang berhasil menghentikannya. Si pemuda menjelaskan kalau ia baru saja melakukan dosa besar kemudian datang berjalan kaki dari jauh untuk menemui Rasulullah karena terdorong oleh satu ayat yang memberinya harapan.
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka telah menzalimi dirinya sendiri datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapat Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 60).
Si pemuda berharap Rasulullah mau memintakan maaf kepada Allah atas dosa besarnya sebagaimana isyarat ayat ini. Namun, Rasulullah sudah wafat. Inilah yang membuat pemuda tersebut terus meratap. Menjelang Subuh, penjaga makam Rasulullah didatangi Rasulullah dan bersabda, "Fabasysyirhu annallaha qad gafara lahu (gembirakanlah pemuda itu karena Allah sudah mengampuninya)."
Setelah mendengar penjelasan itu, si pemuda langsung berhenti menangis. Ia yakin apa yang disampaikan penjaga makam benar-benar pernyataan Rasulullah.
Sebab, ia bersandar pada hadits sahih, "Barangsiapa bermimpi melihat aku, akulah yang sesungguhnya dilihat. Satu-satunya wajah yang tak bisa dipalsu iblis hanya wajahku.”
Pertanyaan yang mengemuka di sini adalah bagaimana Rasulullah bisa mendengarkan ratap tangis di sebuah makam, sedangkan orang lain tidak bisa mendengarnya? Bagaimana pula Nabi bisa memahami kalau ada pemuda meratapi dosa besar di dekat makamnya dan menjamin kalau dosa pemuda itu diampuni Allah SWT?
Kekuatan apa yang dimiliki Nabi sehingga bisa mendengarkan dan memahami sesuatu yang menurut orang lain itu wilayah alam gaib? Apakah hanya Nabi yang dapat mengakses alam gaib? Dalam ilmu tasawuf, fenomena-fenomena yang dialami Nabi dapat dijelaskan.
Ketika seseorang mampu membuka tabir yang menghijab dirinya, dia bisa menembus masuk ke dalam suatu alam yang disebut dengan alam mitsal (istilah Ibnu Arabi) atau alam khayal (istilah Al-Gazali), yang diterjemahkan oleh William C Chittick dengan The Imaginal Worlds.
Alam mitsal biasa juga disebut dengan alam antara (barzakh) karena berada di antara alam syahadah mutlak dan alam gaib. Ini menunjukkan bahwa alam barzakh bukan hanya alamnya orang yang sudah wafat, melainkan juga dapat diakses orang-orang yang masih hidup, tetapi diberi kekhususan oleh Allah.
Dengan kata lain, tidak mesti harus menunggu kematian untuk mengakses alam barzakh. Alam mitsal adalah alam spiritual murni, tetapi masih bisa bertransformasi ke alam syahadah.
Orang-orang yang diberi kemampuan memasuki alam ini memiliki kekhususan untuk mengaktifkan indra-indra spiritualnya, sehingga mereka mampu berkomunikasi secara spiritual dengan alam-alam lain, termasuk dunia lain.
Mereka bisa berkomunikasi interaktif dengan arwah yang meninggal jauh sebelumnya. Mereka pun dapat berkomunikasi dengan malaikat dan jin, termasuk dengan benda-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.

Kontroversi Injil Kuno yang Mengabarkan Kedatangan Nabi Muhammad


 Injil kuno yang diyakini sebagi Injil Barnabas.

Penemuan Injil kuno yang memprediksi kedatangan Nabi Muhammad telah memunculkan kontroversi, terutama yang terkait dengan kesamaannya dengan Alquran maupun kontroversi seputar keasliannya.
Menurut Laman Al-Arabiya, meskipun spekulasi tentang kitab kuno yang diduga sebagai Injil Barnabas itu meramalkan kedatangan Islam, namun sejauh ini tidak ada bukti yang menegaskan hipotesis tersebut.
Walau Injil Barnabas "mengakui" kedatangan Islam dan Nabi Muhammad SAW, namun skeptisisme tetap muncul karena kontradiksinya dengan Alquran. "Sebab, sebagian besar studi tentang kitab ini menyatakan Injil Barnabas hanya kembali ke 500 tahun yang lalu. Sementara, Alquran telah ada sejak 1400 tahun silam," demikian tulis Al-Arabiya, Senin (27/2).
Adanya kontradiksi inilah yang menjadi alasan utama mengapa para sarjana Arab mengabaikan terjemahan bahasa Arab Injil tersebut, yang diterbitkan 100 tahun lalu. Sebagaimana diulas secara rinci oleh penulis dan pemikir Mesir, Abbas Mahmoud Al-Akkad.
Dalam sebuah analisis yang ditulisnya pada 26 Oktober 1959 di surat kabar Al-Akhbar, Akkad mengatakan deskripsi neraka dalam Injil Barnabas didasarkan pada informasi yang relatif baru yang tidak tersedia pada saat di mana teks itu seharusnya ditulis. "Sejumlah deskripsi yang tertulis dalam Injil itu merupakan kutipan orang-orang Eropa dari sumber-sumber Arab," ungkapnya.
Akkad menambahkan, kisah Injil Barnabas tentang bagaimana Yesus mengabarkan tentang munculnya Nabi Muhammad kepada kerumunan ribuan pengikutnya amat sulit dipercaya. Injil ini, kata dia, mengandung beberapa kesalahan yang begitu vulgar, baik bagi Yahudi, Kristen, maupun Muslim.
Misalnya, sambung Akkad, kitab itu mengatakan ada sembilan lapis langit dan yang kesepuluh adalah surga. Sementara dalam Alquran hanya ada tujuh lapis langit. Juga klaim Injil yang menyatakan perawan Maria tidak merasakan sakit saat melahirkan Yesus. Padahal, dalam Alquran disebutkan Maryam menderita kesakitan saat melahirkan putranya.
Menurut Injil (Barnabas), Yesus mengatakan kepada imam Yahudi bahwa dirinya bukan Mesiah dan Mesiah sesungguhnya adalah Muhammad SAW. "Ini berarti ada penolakan atas keberadaan Mesiah, yang tak lain adalah Yesus sendiri. Dengan demikian, seolah-olah Yesus dan Muhammad tampak seperti satu orang yang sama," kata Akkad.
Kitab Injil ini juga berisi informasi yang tidak memiliki kredibilitas sejarah, seperti adanya tiga tentara—masing-masing terdiri dari 200.000 tentara—di Palestina. Sedangkan seluruh penduduk Palestina sekitar 2.000 tahun lalu, tidak mencapai 200.000. Tragisnya, Palestina saat itu diduduki oleh Romawi, dan tak mungkin diizinkan memiliki bala tentara sendiri.
Demikian pula, lanjut Akkad, kalimat terakhir dalam Bab 217 yang menyatakan bahwa tubuh Yesus dibebani 100 pon batu. "Ini menegaskan bahwa Injil tersebut ditulis baru-baru ini, karena penggunaan pon sebagai satuan berat untuk pertama kali dilakukan oleh Dinasti Ottoman, dalam sebuah eksperimen dengan Italia dan Spanyol. Dan kata-kata "pon" tidak pernah dikenal pada masa Yesus.
Menurut Akkad, salah satu fakta paling mencolok yang disebutkan dalam Injil Barnabas terdapat dalam Bab 53, yang mengatakan bahwa pada Hari Kiamat bulan akan berubah menjadi balok darah. Dan pada hari kedua, darah ini akan menetes ke bumi seperti embun. Kemudian pada hari ketiga, bintang-bintang akan bertempur laksana serdadu perang.
"Berdasarkan sejumlah penelitian, Injil Barnabas ditulis pada Abad Pertengahan oleh seorang Yahudi Eropa yang cukup akrab dengan Alquran dan Injil. Dia kemudian mencampur-adukkan fakta dan opini dari berbagai sumber, tanpa diketahui motif dan tendensinya," tandas Akkad.